Kesalahan Kesalahan Guru Dalam Mengajar

Kesalahan guru dalam mengajar
Dalam praktek pendidikan sehari-hari, masih banyak guru yang melakukan kesalahan-kesalahan dalam menunaikan tugas dan fungsinya. Kesalahan-kesalahan tersebut sering kali tidak sadari oleh para guru, bahkan masih banyak diantaraya yang menganggap hal biasa. Padahal sekecil apapun kesalahan yang dilakukan guru, khususnya dalam pembelajaran akan berdampak negative terhadap perkembangan peserta didik. Sebagai manusia biasa, tentu saja guru tidak akan terlepas dari kesalahan baik dalam melaksanakan tugas pokok mengajar. Namun bukan berarti kesalahan guru harus dibiarkan dan tidak dicarikan cara pemecahannya.
Guru harus mampu memahami kondisi-kondisi yang memungkinkan dirinya berbuat salah, dan yang paling penting adalah mengendalikan diri serta menghindari dari kesalahan-kesalahan.

Menurut E. Mulyasa (2011:19) dari berbagai hasil kajian menunjukan bahwa sedikitnya terdapat tujuh kesalahan yang sering dilakukan guru dalam permbelajaran, yaitu ;

1. Mengambil Jalan Pintas Dalam Pembelajaran

Tugas guru paling utama adalah mengajar, dalam pengertian menata lingkungan agar terjadi kegiatan belajar pada peserta didik. Berbagai kasus menunjukan bahwa diatara para guru banyak yang merasa dirinya sudah dapat mengajar dengan baik, meskipun tidak dapat menunjukan alas an yang mendasari asumsi itu.

Asumsi keliru tersebut seringkali menyesatkan dan menurunkan kreatifitas, sehinga banyak guru yang suka mengambil jalan pintas dalam pembelajaran, baik dalam perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasi.

 Agar tidak tergiur untuk mengambil jalan pintas dalam pembelajaran, guru hendaknya memandang pembelajaran sebagai suatu system, yang jika salah satu komponennya terganggu, maka akan menggangu seluruh system tersebut. Sebagai contoh, guru harus selalu membuat dan melihat persiapan setiap mau melakukan kegiatan pembelajaran., serta merevisi sesuai dengan kebutuhan peserta didik, dan perkembangan zamannya.
Harus selalu diingat mengajar tampa persiapan merupakan jalan pintas, dan tindakan yang berbahaya, yang dapat merugikan perkembangan peserta didik, dan mengancam kenyamanan guru.

2.  Menunggu Peserta Didik Berperilaku Negative

Dalam pembelajaran di kelas, guru berhadapan dengan sejumlah peserta didik yang semuanya ingin diperhatikan. Peserta didik akan berkembang secara optimal melalui perhatian guru yang positif , sebaliknya perhatian yang negative akan menghambat perkembangan peserta didik. Mereka senang jika m;endapat pujian dari guru dan merasa kecewa jika kurang diperhatikan .

Namun sayang kebanyakan guru terperangkap dengan pemahaman yang keliru tentang mengajar, mereka menganggap mengajar adalah menyampaikan maateri kepada peserta didik, mereka juga menganggap mengajar adalah memberika pengetahuan kepada peserta didik. Tidak sedikit guru yang sering mengabaikan perkembangan kepribadian peserta didik, serta lupa memberikan pujian kepada mereka yang berbuat baik, dan tidak membuat masalah.

 Biasanya guru baru memberikan perhatian kepada peserta didik ketika rebut, tidur dikelas, tidak memperhatikan pelajaran, sehingga menunggu peserta didik berperilaku buruk. Kondisi tersebut sering kali mendapatkan tanggapan yang salah dari peserta didik, mereka beranggapan bahwa untuk mendapatkan perhatian dari guru harus berbuat salah, burbuat gaduh, menganggu atau melakukan tindakan tidak disiplin lainnya. Seringkali terjadi perkelahian pelajar hanya  karena mereka tidak mendapatkan perhatian, dan meluapkannya melalui perkelahian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan peserta didik tidak tahu bagaimana cara yang tepat untuk mendapatkan perhatian dari guru, orang tua, dan masyarakat sekitarnya, tetapi mereka tahu cara menggangu teman, membuat keributan, serta perkelahian, dan ini kemudian yang mereka gunakan untuk mendapatkan perhatian.

 Guru perlu belajar untuk menangkap perilaku positif yang ditunjukan oleh para peserta didik, lalu segera memberi hadiah atas prilaku tersebut dengan pujian dan perhatian. Kedengarannya hal ini sederhana. tetapi memerlukan upaya sungguh-sungguh untuk tetap mencari dan member hadiah atas perilaku-perilaku positif peserta didik, baik secara kelompok maupun individual.
Menghargai perilaku peserta didik yang postif sungguh memmberikan hasil nyata. Sangat efektif jika pujian guru langsung diarahkan kepada perilaku khusus dari pada hanya diekspresikan dengan pernyataan positif yang sifatnya sangat umum. Sangat efektif guru berkata “termakasih kalian telah mengerjakan pekerjaan rumah dengan sungguh-sungguh” daripada “kalian sangat baik hari ini”
Disisi lain, guru harus memperhatikan perilaku-perilaku peserta didik yang negatf, dan mengeliminasi perilaku-perilaku tersebut agar tidak terulang kembali. Guru bisa mencontohkan berbagai perilaku peserta negatif , misalnya melalui ceritera dan ilustrasi, dan memberikan pujian kepada mereka karena tidak melakukan perilaku negative tersebut. Sekali lagi “Jangan menunggu peserta didik berperilaku negative”.

3. Menggunakan Destructive Disclipline

Akhir-akhir ini banyak perilaku negatif yang dilakukan oleh para peserta didik, bahkan melampaui batas kewajaran karena telah menjurus pada tindak melawan hokum, melanggar tata tertib, melanggar norma agama, criminal, dan telah membawa akibat yang sangat merugikan masyarakat. Demikian halnya dengan pembelajaran, guru akan mengahadapi situasi-situasi yang menuntut guru harus melakukan tindakan disiplin.

 Seperti alat pendidikan lain, jika guru tidak memiliki rencana tindakan yang benar, maka dapat melakukan kesalahan yang tidak perlu. Seringkali guru memberikan hukuman kepada peserta didik tanpa melihat latar belakang kesalahan yang diperbuat, tidak jarang  guru memberikan hukuman diluar batas kewajaran pendidikan, dan banyak guru yang memberikan hukuman kepada peserta didik tidak sesuai dengan jenis kesalahan.

 Dalam pada itu seringkali guru memberikan tugas-tugas yang harus dikerjakan peserta didik diluar kelas (PR), namun jarang sekali guru yang mengoreksi pekerjaan peserta didik dan mengembalikannya dengan berbagai komentar, kritik dan saran untuk kemajuan peserta didik. Yang sering dialami peserta didik adalah guru sering memberikan tugas , tetapi tidak pernah memberi umpan balik terhadap tugas-tugas yang dikerjakan. Tindakan tersebut merupakan upaya pembelajaran dan penegakan disiplin yang destruktrif, yang sangat merugikan perkembangan peserta didik.

Bahkan tidak jarang tindakan destructive disclipline yang dilakukan oleh guru menimbulkan kesalahan yang sangat fatal yang tidak hanya mengancam perkembangan peserta didik, tetapi juga mengancam keselamatan guru. Di Jawa Timur pernah ada kasus seorang peserta didik mau membunuh gurunya dengan seutas tali raffia, hanya gara-gara gurunya memberikan coretan-coretan merah pada hasil ulangannya.

Kesalahan-kesalaha seperti yang diuraikan diatas dapat mengakibatkan penegakan disiplin menjadi kurang efektif, dan merusak kepribadian dan harga diri peserta didik. Agar guru tidak melakukan kesalahan-kesalahan dalam menegakkan disiplin ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu :
  • Disiplinkan peserta didik ketika anda dalam keadaan tenang
  • Gunakan disiplin secara tepat waktu dan tepat sasaran
  • Hindari menghina dan mengejek peserta didik
  • Pilihlah hukuman yang bisa dilaksanakan secara tepat
  • Gunakan disiplin sebagai alat pembelajaran.

4. Mengabaikan Perbedaan Peserta Didik

Kesalahan berikutnya  yang sering dilakukan guru dalam pembelajaran adalah mengabaikan perbedaan individu peserta didik. Kita semua mengetahui setiap peserta didik memiliki perbedaan yang sangat mendasar yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran. Peserta didik memiliki emosi yang sangat bervariasi, dan sering memperlihatkan sejumlah perilaku yang tampak aneh. Pada umumnya perilaku-perilaku tersebut cukup normal dan dapat ditangani dengan menciptakan pembelajaran yang kondusif. Akan tetapi karena guru disekolah dihadapkan pada sejumlah peserta didik, guru seringkali sulit untuk membedakan mana perilaku yang wajar atu normal dan mana perilaku yang indisiplin dan perlu penanganan khusus.

Setiap peserta didik memiliki perbedaan yang unik, mereka memiliki kekuatan, kelemahan, minat, dan perhatian yang berbeda-beda. Latar belakang keluarga, latar belakang social ekonomi, dan lingkungan, membuat peserta didik berbeda dalam aktifitas, kreatifitas, intlegensi, dan kompetensinya. Guru seharusnya dapat mengidentifikasi perbedaan individual peserta didik, dan menetapkan karakteristik umum yang menjadi cirri kelasnya, dari ciri-ciri individual yang menjadi karakteristik umumlah seharusnya guru memulai pembelajaran. Dalam hal ini, guru juga harus memahami ciri-ciri peserta didik yang harus dikembangkan dan yang harus diarahkan kembali.
Sehubungan dengan uraian diatas, aspek-aspek peserta didik yang peru dipahami guru antara lain: kemampuan, potensi, minat, kebiasaan, hobi, sikap, kepribadian, hasil belajar, ctatan kesehatan, latar belakang sekolah dan kegiatannya disekolah. Informasi tersebut dapat dieroleh dan dipelajari dari laporan atau catatan sekolah, informasi dai peserta didik lain (teman dekat), observasi langsung dalam situasi kelas, dan dalam berbagai kegiatan lain di luar kelas, serta informasi dari peserta didik itu sendiri melalui wawancara, percakapan dan autobiografi.


 5. Merasa Paling Pandai

Kesalahan lain yang sering dilakukan guru dalam pembelajaran adalah merasa paling pandai dikelas. Kesalahan ini berangkat dari kondisi bahwa pada umumnya para peserta didik disekolahnya relative lebih muda dari gurunya, sehingga guru merasa bahwa peserta didik tersebut lebih bodoh disbanding dirinya, peserta didik dipandang sebagai gelas yang perlu di isi air ke dalamnya. Perasaan ini sangat menyesatkan , karena dalam kondisi seperti sekarang ini peserta didik dapat belajar melalui internet dan berbagai media massa, yang mungkin guru belum menikmatinya.
Hal ini terjadi terutama di kota-kota besar, ketika peserta didik datang dari keluarga kaya yang dirumahnya memiliki sarana dan prasarana yang lengkap, serta berlangganan Koran dan majalah yang mungkin lebih dari satu edisi, sedangkan guru belum memilikinya. Denan demikian peserta didik yang belajar mungkin saja lebih pandai daripada guru. Jika ini terjadi maka guru harus demokratis untuk bersedia belajar kembali, bahkan belajar dari peserta didik sekalipun, atau saling membelajarkan. Dalam hal ini guru harus menjadi pembelajar sepanjang hayat, yang senantiasa menyesuaikan ilmu pengetahuan yang dimilikinya dengan perkembangan yang terjadi dimasyarakat. Jika tidak, maka akan ketinggalan kereta, bahkan disebut guru ortodok.

6. Diskriminatif

Pembelajaran ynag baik dan efektif adalah yang mampu memberi kemudahan belajar secara adil dan merata (tidak diskriminatif), sehingga peserta didik dapat mengembangkan potensinya secara optimal. Keadilan dalam pembelajaran meupakan kewajiban guru dan hak peserta didik untuk memperolehnya. Dalam prakteknya banyak guru yang tidak adil, sehingga merugikan perkembangna peserta didik, dan ini merupakan kesalahan guru yang sering dilakukan , terutama dalam penilaian. Penilaian merupakan upayakan untuk memberikan penghargaan kepada peserta didik sesuai dengan usaha yang dilakukannya selama proses pembelajaran.
Oleh karena itu, dalam memberikan penilaian harus dilakukan secara adil, dan benar-benar merupakan cermin dari perilaku peserta didik. Namun demikian tidak sedikit guru yang menyalahgunakan penilaian, misalnya sebagai ajang untuk balas dendam, atau ajang untuk menyalurkan kasih saying diluar tanggung jawabnya sebagai seorang guru.
Lagu berikut ini mencerminkan guru yang menyalahgunakan penilaian, lagu ini popular pada tahun 1970-an terutama di kalangan siswa perempuan. Berikut syair lagunya:
Ketika aku masih sekolah
Ku punya guru sangatlah muda
Orangnya baik padaku
Apa sebabnya aku tak tahu

Kawan-kawanku tahu semua
Aku bukanlah anak yang pandai
Tapi mereka heran padaku

Nilai raportku baik selalu

Akhirnya kawan-kawanku tahu
Pak  guru itu cinta padaku
            Jika dimati dengan teliti, syair-syair lagu tersebut menunjukkan ketidakadilan guru dalam memberikan penilaian, betapa seorang guru telah menyalahgunakan penilaian, hanya karena perasaan “C.I.N.T.A nya kepada peserta didik tertentu. Hal ini dari dulu sampai sekarang masih sering dilakukan oleh guru terutama guru muda.
      Sebagai seorang guru, tentu saja harus mampu menghidarkan hal-hal yang dapat merugikan perkembanan peserta didik. Tidak ada yang melarang seorang guru “mencintai” peserta didiknya, tetapi bagaimana menempatkan cintanya secara proporsional, dan jangan mencampuradukkan antara urusan pribadi dengan urusan professional. Usaha yang dapat dilakukan untuk menghindarinya adalah dengan cara menyimpan “perasaan” sampai peserta didik yang  dicintai menyelesaikan program pendidikannya, tentu saja harus ikhlas dan jangan takut diambil orang.

7. Memaksa hak peserta didik

Memaksa hak peserta didik merupakan kesalahan yang sering dilakukan guru, sebagai akubat dari kebiasaan guru berbisnis dalam pembelajaran, sehingga menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keuntungan.  Guru boleh saja memiliki pekerjaan sampingan, memperoleh penghasilan tambahan, itu sudah menjadi haknya, tetapi tindakkan memaksa bahkan mewajibkan peserta didik untuk membeli buku tertentu sangat fatal serta kurang bisa digugu dan ditiru. Sebatas menawarkan boleh saja, tetapi kalau memaksa kasihan bagi orangtua yang tidak mampu.
Kondisi semacam ini sering kali membuat prustasi peserta didik, bahkan di Garut pernah pernah ada peserta didik bunuh diri hanya karena dipaksa untuk membeli alat pelajaran tertentu oleh gurunya. . Kerna peserta didik tersebut tidak memiliki uang atau tidak mampu dia nekat bunuh diri. Ini contoh akibat fatal dari guru yang suka berbisnis disekolah dengan memaksa peserta didiknya untuk membeli. Hindarilah, ingat sebagai guru akan diminta pertanggungjawaban di akhirat. Di dunia gaji tidak seberapa, jangan kotori keuntungan akhirat dengan menodai profesi. Niatkan menjadi guru sebagai ibadah. Jadikan pekerjaan guru sebagai ladang amal yang akan dipanen hasilnya kelak diakhirat. Percayalah, dan tanyakan pada hati nurani. Jangan mengambil keuntungan sesaat, tetapi menyesatkan. Sadarlah wahai guru, agar namamu selalu sejuk dalam sanubariku. Demikianlah penjelasan E. Mulyasa mengenai 7 Kesalahan Yang Sering Dilakukan Guru Dalam Pembelajaran.
Sedangkan menurut  Dr. Wina Sanjaya ( 2005 : 70 ) menyebutkan ada 4 kekeliruan dalam proses belajar mengajar yang dilakukan oleh guru yaitu :
  1. Ketika mengajar, guru tidak berusaha mencari informasi, apakah materi yang diajarkannya sudah dipahami oleh siswa atau belum.
  2. Dalam proses belajar mengajar guru tidak berusaha mengajak berpikir kepada siswa. Komunikasi bisa terjadi satu arah, yaitu dari guru ke siswa. Guru menganggap bahwa bagi siswa menguasai materi pelajaran lebih penting dibandingkan dengan mengembangkan kemampuan berpikir.
  3. Guru tidak berusaha mencari umpan balik mengapa siswa tidak mau mendengarkan penjelasannya.
  4. Guru menganggap bahwa ia adalah orang yang paling mampu dan menguasai pelajaran dibandingkan dengan siswa. Siswa dianggap sebagai " tong kosong " yang harus diisi dengan sesuatu yang dianggapnya sangat penting.
Baca Juga :

Cara Mengajar Menyenangkan
Membangun Komunikasi efektif dalam pembelajaran
Menjadi Guru Efektif, kenapa tidak

Berikut 25 kesalahan yang wajib dihindari oleh guru dalam proses pembelajaran

  1. Duduk di atas meja sewaktu proses pembelajaran.
  2. Sambil merokok saat mengajar.
  3. Makan saat mengajar.
  4. Bermain Hp atau Online saat mengajar.
  5. Tertidur. Meski jarang terjadi, tapi ternyata hal ini pernah dialami juga. Biasanya jika sang Guru hanya menyuruh siswanya membaca buku pelajaran saat pelajaran berlangsung (monoton).
  6. Menganggap diri paling pintar. Banyak yang bilang jika Doktor atau professor itu karena saking pintarnya sehingga membuat banyak mahasiswa tidak mengerti apa yang disampaikan kepada mereka. Seorang Guru tidak bisa menjadi seperti itu, Guru memiliki kewajiban untuk tidak hanya memintarkan diri sendiri tapi juga siswa-siswanya, sehingga kerendahan hati dan mampu menghargai kecerdasan dan potensi murid-muridnya adalah kunci seorang guru yang hebat.
  7. Monoton dalam menyampaikan materi. Indikasinya jika ada siswa yang tertidur saat jam pelajaran berlangsung.
  8. Tidak disiplin. Tepat waktu mungkin menjadi hal yang berat bagi orang Indonesia, ya hal ini semakin  parah jika sikap tidak disiplin ini dicontohkan oleh para Guru.
  9. Bolos.
  10. Komunikasi tidak efektif.
  11. Berpakaian tidak rapi. Kini guru tidak lagi identik dengan sepeda butut, baju lusuh. Tampil rapi apalagi bagi guru yang mempunyai keadaan ekonomi yang baik adalah hal wajib.
  12. Tidak melakukan evaluasi. Hal yang unik pernah terjadi, saat seorang guru ternyata memeberikan nilai kepada siswa yang sudah meninggal dunia, mengindikasikan jika guru tersebut tidak melakukan evaluasi saat pemberian nilai, tapi dari hasil abrakadabra.....
  13. Membiarkan menyontek.
  14. Membocorkan jawaban ujian. No 13 dan 14 tentu saja akan menyemarakkan generasi koruptor di negeri ini. Jika kita para guru sepakat bahwa tujuan utama pendidikan bukanlah nilai (terutama SMK yang mengutamakan kompetensi). Maka sudah seharusnya pengembangan kreativitas dan potensi anak yang menjadi agenda utama, bukan membiarkan jalan-jalan pintas yang akan merusak masa depan mereka yang dilestarikan.
  15.  Mengubah perolehan nilai. Jangan mengurangi dan melebihkan, objektif saja sesuai kemampuan anak.
  16. Memberikan soal yang tidak diajarkan. Jangan membuat stress dan depresi anak-anak dengan memberikan soal ujian yang tidak pernah mereka sentuh.
  17. Menanamkan permusuhan dan kebencian. Hal yang paling indah saat menjadi guru, adalah saat kita mampu menanamkan sikap saling menghormati, menghargai dan cinta pada setiap generasi muda. Amal Jariyah cui.....
  18. Mengajarkan pornografi.
  19. Melakukan pelecehan seksual. Ini mah Naudzubillah, kita para guru itu dipercaya. Jangan membalasnya dengan melakukan hal-hal seperti nomor 18 dan 19.
  20. Tidak perduli terhadap presensi siswa.
  21. Diskriminatif. Semua murid itu adalah sama derajatnya di mata kita.
  22. Tidak memperhatikan perbedaan individual. Potensi, kekurangan dan kelebihan. Harus dengan jeli dipantau.
  23. Gaptek. Saat ini, murid dengan mudah sekali menjadi lebih pintar dari guru karena kemajuan teknologi. Sehingga tentu saja  para guru tidak boleh ketinggalan, apalagi teknologi dapat mempermudah guru dalam mempersiapkan bahan, mempermudah penyampaian dan tentu saja dengan hasil yang lebih maksimal. Persiapkanlah setiap generasi sesuai dengan zamannya.
  24. Mismatch. Disinilah pentingnya kurikullum.
  25. Lupa membaca dan belajar. Dari semua kesalahan-kesalahan di atas, kesalahan terakhir ini adalah yang paling parah. Jika seorang guru saja malas belajar, bagaimana mungkin dia bisa menciptakan generasi terbaik?. Bukankah perubahan itu harus dimulai dari diri sendiri?

Berikut adalah lima kesalahan guru ketika mengajar yang bisa mengakibatkan kegagalan siswa mencapai tujuan pembelajaran secara optimal. 

Kesalahan #1. Berpikir Egosentris.

 Ini kesalahan paling mendasar yang benar-benar kurang disadari oleh guru. Kesalahan ini juga akan berdampak pada timbulnya kesalahan-kesalahan lain. Pernahkah Anda mendengar keluhan seperti ini, “Saya sudah bersungguh-sungguh mengajar kelas ini tetapi hasilnya sangat mengecewakan!” Atau keluhan yang ini, “Anak ini lho, sudah dijelaskan berkali-kali tetap saja tidak mengerti!” Dua contoh keluhan tersebut menunjukkan bahwa guru yang bersangkutan berpikir egosentris, hanya menurut dirinya sendiri. Ya, menurut guru itu, dia sudah mengajar dengan sungguh-sungguh atau sudah menjelaskan berkali-kali. Dia tidak berpikir tentang masalah yang dihadapi oleh siswa ketika mengikuti pembelajaran sehingga tidak berhasil. Jangan-jangan karena guru tidak bisa berkomunikasi secara runtut dengan bahasa yang mudah dipahami? Atau, mungkin gaya belajar siswa visual dan kinestetik tetapi tidak dipenuhi oleh guru, sehingga gaya mengajar guru tidak acceptable bagi siswa?

Kesalahan #2. Tidak Peka Terhadap Perubahan Suasana Kelas. 

Dalam proses pembelajaran, wajib hukumnya seorang guru mengendalikan kelas. Sepenuhnya! Hal ini penting agar proses pembelajaran berjalan lancar. Kita tahu bahwa kelas terdiri atas berbagai karakter. Oleh karena itu harus diupayakan agar karakter yang beragam itu dapat diorkestrasikan menuju terwujudnya simponi pembelajaran yang enak dinikmati. Diorkestrasikan menuju simponi pembelajaran yang enak dinikmati, artinya bahwa seluruh potensi kelas (siswa) harus diberdayakan untuk saling membantu sehingga terwujud keberhasilan bagi setiap individu. Dengan demikian rata-rata prestasi kelas menjadi tinggi. Contoh ketidakpekaan guru ketika mengajar misalnya membiarkan badut kelas mengalihkan perhatian siswa yang sedang asyik mengikuti penjelasan guru sehingga konsentrasi kelas menjadi terpecah. Atau membiarkan siswa yang tidak tertib mengganggu konsentrasi siswa lain yang sedang belajar. Hal ini tampaknya persoalan kecil, tetapi kalau tidak segera dibenahi bisa berakibat kegagalan seluruh kelas. Ini terkait dengan manajemen kelas. Maka dalam hal ini seorang pendidik perlu melengkapi diri dengan pemahaman karakteristik masing- masing murid serta pemahaman nilai- nilai pemahaman pengelolaan manajemen kelompok belajar. Dan hal terpenting adalah bagaimana seorang pendidik mampu menempatkan ketegasan pada peserta didik, tanpa harus dibumbui dengan perilaku anarkis dan destruktif yang justru membuat peserta didik enggan untuk kembali pada suasana pembelajaran selanjutnya.

Kesalahan #3. Komunikasi Tidak Efektif. 

Contoh komunikasi tidak efektif (guru ingin mengingatkan agar siswa mengerjakan PR yang diberikan), “Anak-anak, awas jangan lupa lho dengan PR kamu. Kamu kerjakan semuanya. Kalau kamu tidak mengerjakan PR kamu, maka besok tidak akan mendapatkan nilai dari bu guru.” Kenapa tidak dikatakan saja seperti ini, “Anak-anak, ingat, kerjakan PR-mu. Semuanya! Besok Ibu nilai.” Bukankah bahasa yang kedua lebih irit, dan karenanya lebih efektif. Jadi, ketika kita bermaksud meminta sesuatu, katakan saja secara tepat apa yang kita maksudkan. Kalau anak disuruh diam, ya katakan, “Anak-anak, diam!” Kalau anak-anak disuruh memperhatikan penjelasan guru, ya katakan saja,“Anak-anak, lihat ini!” dan semacamnya. Menghindari bahasa yang berlebih-lebihan atau bahkan mengancam, mengintimidasi peserta didik hanya akan membuahkan sindrom ketakutan bagi peserta didik disatu sisi, disisi yang lain hanya akan menjustifikasi diri kita sebagai seorang guru yang diktator dan otoriter. Penggunaan bahasa yang efektif akan membuahkan sikap proaktif dari peserta didik untuk selalu fokus dan terbiasa untuk melakukan perkataan, perbuatan yang efektif dan efisien.

Kesalahan #4. Mengajar Tanpa Persiapan.

Berbicara mengenai persiapan mengajar, saya teringat seorang teman yang berkata begini, “Ingin berhasil dalam mengajar, buat persiapan secara matang!” Persiapan mengajar itu ibarat skenario dalam film. Tidak akan ada film yang baik dan enak ditonton tanpa skenario yang baik. Begitu pula, tidak akan ada pembelajaran yang berhasil tanpa persiapan yang benar. Kebanyakan guru (kabarnya) enggan membuat persiapan secara benar. Akibatnya, pembelajaran di kelas berlangsung seolah tanpa arah. Padahal, guru itu seorang profesional. Salah satu ciri keprofesionalan seorang guru adalah menyusun perencanaan pembelajaran secara benar. Saya percaya Anda akan memperbaiki kesalahan Anda dalam mengajar (kalau kemarin-kemarin tidak membuat persiapan yang benar), sehingga hasil pembelajaran siswa benar-benar menggembirakan semua komponen (yang terkait dengan pembelajaran Anda). Selain itu diperlukan kesiapan referensi yang setidaknya berkaitan dengan apa yang hendak kita diskusikan keesokkan harinya, adalah suatu yang naif apabila seorang guru tidak melek informasi dan melek teknologi, setidaknya jangan sampai terjadi adalah situasi one step behind, guru kalah penguasaan materi dan referensi dengan pemahaman yang dimiliki oleh peserta didik tatkala pembelajaran berlangsung.

Kesalahan #5. Tidak Melakukan Evaluasi Menyeluruh. 

Evaluasi pembelajaran harus dilakukan secara menyeluruh. Kalau Anda pernah membuat skripsi tentang penelitian kuantitatif, Anda pasti ingat bahwa instrumen yang Anda gunakan harus diuji validitas dan reliabilitasnya. Instrumen evaluasi pembelajaran pun sebetulnya harus diuji validitas dan reliabilitasnya. Instrumen evaluasi harus valid dan reliable. Tetapi untuk bahasan ini, kita tidak akan sedetail ketika menyusun skripsi. Arti menyeluruh di sini adalah bahwa penyusunan soal evaluasi pembelajaran minimal harus mencakup bentuk-bentuk seperti: pilihan ganda, isian, jawaban singkat. Tidak hanya pilihan ganda saja, atau isian saja. Materinya meliputi seluruh materi yang diajarkan (minimal satu kompetensi dasar).

Kata kuncinya: Apabila terdapat kegagalan siswa dalam pembelajaran, maka di situlah guru perlu melakukan introspeksi: sudah benarkah yang dia lakukan? Kemudian dilanjutkan: apa yang bisa dia lakukan untuk memperbaiki keadaan?Jadi, guru harus selalu belajar dan belajar, dan yang mesti dipahami oleh sesama rekan-rekan pendidik adalah perlunya pengorbanan (sacrifice) dalam menuntut ilmu bagi diri kita, Semoga bermanfaat bagi diri saya peribadi sekaligus bagi rekan-rekan guru


 Sumber :
Mulyasa, E. 2011.Menjadi Guru Profesional. Bandung : Remaja Rosdakarya
Sanjaya, Wina. 2007.Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar ProsesPendidikan.Jakarta: Kencana, Prenada Media Group

Subscribe to receive free email updates:

2 Responses to "Kesalahan Kesalahan Guru Dalam Mengajar"